SENI MACAPATAN :
TEATER TUTUR YANG MAMPU MENGUATKAN JATI DIRI GENERASI MUDA DI TENGAH ARUS
MODERNISASI
Teater tutur merupakan suatu bentuk ungkapan kesenian
dengan cara dituturkan atau diceriterakan.Teater tutur biasanya dimainkan oleh
satu orang dengan diiringi suatu alat musik tertentu.Dan sumber cerita yang
dibawakan biasanya adalah babad, dan cerita yang memuat dakwah keagamaan.Di
Indonesia banyak terdapat jenis kesenian terater tutur, setiap daerah mempunyai
ciri sendiri-sendiri sesuai dengan adat istiadat yang melatarbelakanginya tapi kali ini penulis memfokuskan pada salah satu jenis
teater tutur yaitu seni macapatan.
Seni macapatan
adalah suatu bentuk teater tutur yang ada di Jawa.Seni macapatan muncul pada
masa walisanga sebagai media dakwah.Lagu-lagu yang dituturkan dalam pertunjukan
ini adalah tembang macapat,oleh karena itu kesenian ini disebut seni
macapatan.Dalam seni macapatan terdapat satu orang yang yang membawakan
tembang-tembang macapat yang diiringi oleh alat musik seperti gender,suling,siter
atau ada juga yang diiringi dengan gamelan lengkap dan ada juga yang tidak
diiringi dengan alat musik.
Dahulu seni macapatan digelar sebagai media dakwah oleh
para wali di Jawa untuk menyebarkan ajaran agama Islam.Namun kini seni
macapatan biasanya dilakukan secara rutin oleh suatu kelompok tertentu sebagai
upaya melestarikan seni tradisi ini dan juga untuk memberikan ajaran kepada
masyarakat karena tembang macapat memiliki nilai filosofi dan ajaran
kehidupan.Biasanya saat ini suatu kelompok menyelenggarakan macapatan pada
suatu hari tertentu yang disepakati bersama untuk menyelenggarakan acara
tersebut misalnya, rabu ponan, dll.
Macapatan juga diartikan sebagai tradisi
berkumpul untuk bersama-sama nembang untuk memohon keselamatan dan
kesejahteraan yang melibatkan lima desa atau kampung. Satu desa atau kampong
sebagai titik imajiner sedangkan empat desa atau kampung lainnya adalah desa
atau kampung yang terdapat di keempat arah mata angin (timur, barat, selatan
dan utara).Ini terkait dengan paham kosmologi Jawa, paham tentang jagat cilik (mikro
kosmos)
dan jagat gedhe(makro kosmos).
Seperti halnya kesenian teater yang lain
hakikat dari sebuah pementasan teater adalah penyampaian pesan kepada orang
lain (penonton).Sebuah pementasan tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada hal
atau pesan yang disampaikan kepada penonton.Sebuah pertunjukan setidaknya
memuat pesan yang bisa ditangkap oleh penonton, bukan hanya sekedar
hiburan.Namun saat ini banyak pementasan-pementasan yang kurang memperhatikan
tentang pesan yang akan disampaikan.Tidak jarang sebuah pertunjukan hanya
mengikuti selera pasar dan hanya mengikuti alur naskah yang ada tanpa membedah
terlebih dahulu sebuah naskah agar tahu lebih dalam tentang pesan yang
sebenarnya ingin diungkapkan oleh penulis naskah.
Dalam pertunjukan teater seorang sutradara
maupun seorang aktor harus benar-benar
tahu maksud dan tujuan dari suatu naskah bukan hanya memperhatikan hafalan
dialog, bloking, vokal
dan elemen-elemen artistik saja agar pesan yang ingin disampaikan dalam suatu
naskah bisa tersampaikan.Balakangan ini banyak dijumpai juga penulis-penulis
naskah pertunjukan terutama para pemula yang menulis naskah kurang
memperhatikan tentang ajaran atau pesan yang disampaikan.Perlu kita ketahui
bahwa seorang seniman (dalam pembahasan kali ini : seniman teater) bukan hanya
menjadi seorang penghibur dan pekerja tetapi pertunjukan yang disajikan oleh
para pelaku seni disaksikan oleh orang lain bahkan orang banyak maka sebuah
pertunjukan haruslah memuat pesan yang baik.
Dalam seni macapatan, sebuah pesan atau
ajaran sangatlah diperhatikan.Tembang-tembang macapat yang dibawakan saat
pertunjukan sangat sarat akan ajaran kehidupan. Karena
dahulu tembang macapat diciptakan oleh para wali di tanahJawa sebagai media
dakwah.Setiap kata dari tembang-tembang macapat mempunyai makna yang sangat
dalam.Tembang macapat yang berjumlah sebelas tembang menceritakan tentang
kehidupan manusia dari lahir hingga manusia meninggal dunia.Dari hal ini dapat
kita ketahui bahwa para pencipta tembang macapat ini tidak asal dalam
menciptakan sebuah karya.Tembang macapat yang mampu bertahan hingga kini
merupakan suatu hal yang sangat luar biasa karena tembang macapat ini
diciptakan pada masa para wali dan mampu bertahan hingga saat ini. Dalam tembang-tembang macapat mengajarkan
bagaimana sebagai seorang manusia hidup dari lahir hingga meninggal.Tembang
macapat hingga kini masih menjadi sebuah kumpulan tembang yang dilestarikan
dikalangan masyarakat Jawa dan khusunya seniman Jawa.Hampir di setiap
pertunjukan tradisi di Jawa tembang macapat selalu dilagukan.Seperti dalam
pagelaran wayang kulit, wayang orang apalagi karawitan, tembang macapat adalah
hal yang mutlak pasti adaNamun sayang, tembang macapat yang dikemas dalam
teater tutur kurang diminati masyarakat
terutama generasi muda.Mungkin juga tembang macapat yang dikemas dalam wayang
kulit, wayang orang, langendriyan,dll juga kurang diminati generasi muda,
tetapi pertunjukan semacam ini masih sering kita jumpai.Dan seni macapatan
jarang sekali dipertunjukkan hanya ada beberapa kelompok seniman atau
masyarakat yang masih menggelar seni macaapatan.Mungkin karena bentuk
pertunjukan seni macapatan tidak menarik bagi generasi muda.Penulis sendiri
juga merasa bahwa bentuk pertunjukan seperti ini tidak menarik jika melihat
kondisi sosial yang ada pada saat ini.Apalagi bahasa yang digunakan dalam
tembang macapat kebanyakan bukan bahasa biasa yang digunakan sehari-hari tetapi
menggunakan bahasa Jawa yang tidak mudah untuk dipahami apalagi di tengah
kondisi saat ini dimana para generasi muda sudah tidak begitu mengenal dengan
budaya daerahnya sendiri.
Jika hal ini terus berlanjut maka para
generasi muda tidak akan mengenal lagi seni macapatan.Maka diperlukan bentuk
kemasan yang baru supaya seni macapatan tetap didengarkan para generasi muda
dan menjadi sebuah pertunjukan yang menarik.Maka dari itu penulis berharap agar setelah membaca tulisan ini para
pembaca setidaknya teringat akan seni macapatan,yang kini mulai terabaikan dan
tertarik untuk mengembangkan seni macapatan dalam bentuk
apapun.Sekian......SALAM BUDAYA...!!!!!!!!!!
Dian astriana( teater ’14 ISI SKA)
.